Sabtu, 14 Agustus 2010

YOGYAKARTA


YOGYAKARTA



Keraton Yogyakarta

Kali ini jalan-jalan ke kota Yogyakarta. Di kota Yogyakarta kita bisa mengunjungi Kraton Yogyakarta. Untuk ibu-ibu/wanita yang doyan berbelanja jangan sampai lewatkan
tober, 2009 .

Makanan khas yang biasanya ada di Yogya adalah Nasi Kucing dan Gudeg. Gudeg bisa kita dapatkan di warung lesehan yang biasanya di gelar pada malam hari, ataupun kita cari di belakang alun-alun. Nasi Kucing bisa kita dapatkan di angkringan yang berada di pinggir jalan. Selain itu “Bakphia Phatuk” merupakan oleh-oleh khas Yogya.


Me and My friends. The background is Candi Borobudur


Nearest Candi Borobudur


In The center of The Museum Borobudur

Me and My Friends. At The Back Is The Head of Budha.


Patung Ganesha

Reruntuhan Candi yg belum ditemukan pasangannya di halaman Museum


Jangan lupa kita dapat mampir ke Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang merupakan bangunan sejarah yang indah milik kita, bangsa Indonesia. Anak-anak juga dapat berwisata sambil belajar/mengenal peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

Candi Prambanan

Me and My friends. The background is Candi Prambanan


Foto Candi Prambanan Sebelum dan Sesudah Gempa

Hingga saat ini masih dilakukan perbaikan-perbaikan yang dilakukan Pemerintah terhadap reruntuhan Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Namun banyak juga reruntuhan yang tidak ditemukan pasangan/padanannya karena kemungkinannya banyak yang hancur dan banyak yg menjadi bebatuan kecil maupun adanya bagian2 yang dicuri utk diperjual belikan oleh orang2 yg tidak bertanggung jawab, itu merupakan ke prihatinan kita terhadap kebudayaan yg ada.

CANDI PRAMBANAN

Berdasarkan informasi dari PT.Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (Persero).
www. borobudurpark.co.id

Sejarah

Mataram adalah sebuah kerajaan terbesar pada masa Jawa Kuno yang muncul pertama kali di panggung sejarah pada tahun 732 masehi, dimana pada masa itu kerajaan Mataram diperintah oleh Sanjaya, bangsawan Hindu yang berkuasa di daerah subur antara sungai Opak dan Progo. Pada tahun 750 masehi, Dinasti Syailendra yang beragama Buddha mengusir Sanjaya bersama-sama dengan keluarganya yang mengasingkan diri di daerah dataran tinggi di luar batas kerajaan Mataram.

Seabad kemudian, Rakai Pikatan keturunan Raja Sanjaya menikah dengan seorang clan keluarga Syailendra dan memegang tampuk kekuasaan. Dalam masa kekuasaannya pengaruh Hindu seperti terlahir kembali dan pada masa itu banyak didirikan bangunan-bangunan candi, khususnya pembangunan kompleks Candi Prambanan.

Rakai Pikatan mulai membangun candi tersebut pada tahun 856 masehi dengan tujuan memperingati kembalinya tampuk kekuasaan Dinasti Sanjaya. Namun, kompleks candi tersebut terabaikan satu abad kemudian ketika kerajaan Mataram beserta rakyatnya pindah ke Jawa Timur dan candi itu sendiri runtuh semenjak adanya gempa bumi dasyat yang terjadi pada abad ke 16. Restorasi candi dilakukan pada tahun 1930 dan tetap dilakukan hingga saat ini.

Tiga candi pada halam utama sangat mendominasi kompleks tersebut. Candi yang paling mengesankan adalah sebuah bangunan besar yang berada di tengah-tengah kompleks dan menjulang setinggi 47 meter, yaitu Candi Roro Jonggrang. Dikatakan oleh beberapa ahli bahwa Candi Roro Jongrang didedikasikan kepada Dewa Siwa sementara kedua candi yang lebih kecil yang berada disebelah utara dan selatan Roro Jonggrang didedikasikan kepada Dewa Wisnu dan Dewa Brahma.

Candi Roro Jonggrang yang sering disebut Candi Prambanan ini terletak di perbatasan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah, +/- 17 km ke arah timur dari kota Yogyakarta atau kurang lebih 53 km sebelah barat dari kota Solo.

Gugusan candi ini dinamakan “PRAMBANAN” karena terletak di daerah Prambanan. Nama “Roro Jongrang” berkaitan dengan legenda yang menceritakan tentang seorang dara yang jonggrang/gadis jangkung, putri dari Prabu Boko.

Legenda Bandung Bondowoso

Legenda rakyat ini bercerita tentang sebuah tragedy dari seorang pria yang sangat berkuasa bernama Bandung Bondowoso yang ingin menikahi seorang putri cantik jelita bernama Roro Jonggrang – putri seorang raja bernama Prabu Boko.

Tetapi sang Putri menolaknya dengan cara halus yaitu dengan mengajukan sebuah permintaan untuk membuat seribu patung dalam waktu 1 malam. Bandung Bondowoso membuat patung dengan dibantu oleh sekelompok jin. Saat membuat patung terakhir, Roro Jonggrang mengumpulkan beberapa wanita untuk memukul-mukul alat penumbuk padi, sebuah aktivitas yang menandakan bahwa pagi segera tiba dan membuat api unggun yang besar di sisi timur, yang menyebabkan arah timur berwarna merah yang berarti matahari telah terbit.

Hal itu membuat para jin yang membantu Bandung Bondowoso tersebut percaya bahwa pagi telah tiba dan merekapun segera menghilang. Roro Jonggrang segera datang dan membangunkan Bandung Bondowoso dari meditasinya untuk memberitahukan bahwa ia telah gagal memenuhi permintaannya. Setelah mengetahui kebohongan Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso menjadi sangat marah dan mengutuknya menjadi sebuah patung Dewi Durga, dimana pada akhirnya patung tersebut untuk melengkapi patung-patung yang lain agar genap menjadi 1.000 patung sesuai permintaan Putri Roro Jonggrang.

Relief Ramayana

Relief-relief yang ada pada Candi Roro Jonggrang menggambarkan cerita-cerita Hindu yang bernilai estetis.

Panel-panel yang melukiskan cerita epik Ramayana terdapat pada langkan bawah Candi Siwa dan Brahma. Dimulai dari Candi Siwa ke arah kiri dari tangga sisi timur, dilanjutkan berkeliling searah jarum jam, panel Ramayana menceritakan Pangeran Rama dari Kerajaan Ayodya merupakan titisan Dewa Wisnu yang turun ke bumi. Gambar-gambar tersebut merupakan contoh cerita yang terpahat pada batu dengan sangat indahnya.

Hingga saat ini cerita Ramayana yang terdapat pada relief Candi telah diadaptasi ke dalam bentuk seni pertunjukkan. Sejak tahun 1960an, ratusan penari telah membawakan tarian tersebut di Teater terbuka yang berlokasi di sebelah barat kompleks Candi Prambanan.

Pada dasarnya sebuah drama tari tradisional tanpa dialog panjang seperti halnya Sendratari Ramayana merupakan sebuah pertunjukkan teater yang spektakuler dengan kisah-kisah kepahlawanan, tragedy, percintaan dan penganiayaan yang semuanya dipentaskan demi memuaskan penonton pada masa sekarang ini. Pementasan malam hari di panggung terbuka dengan Candi Roro Jonggrang sebagai latar belakangnya sungguh merupakan sebuah pemandangan yang menakjubkan.

Candi Sewu

800 meter ke arah utara dari Candi Roro Jonggrang terdapat sebuah candi Buddha yang dibangun oleh seorang raja Hindu yaitu Rakai Pikatan. Candi tersebut bernama Candi Sewu.

Rakai Pikatan menikah dengan seorang Putri yang beragama Buddha. Kompleks Candi Sewu berisi 240 candi kecil-kecil yang dibangun mengelilingi sebuah candi utama. Candi utama tersebut mempunyai bentuk polygon berdiameter 29 meter dan menjulang hingga ketinggian 30 meter. Semua struktur bangunan candi terbuat dari batu andesite.

Konfigurasi simetrikal bangunan merupakan symbol sebuah bentuk keharmonisan alam raya, sebuah tradisi yang diikuti oleh Kraton baik di Surakarta maupun di Yogyakarta. Semua bangunan di dalam kompleks candi berpagar batu, dan di pintu masuk dijaga oleh dwarapala, patung batu berukuran besar dan bersenjatakan alat pemukul. Bentuk patung batu penjaga berperut besar seperti ini juga terdapat di halaman bagian dalam Kraton Yogyakarta.